Langsung ke konten utama

Memahami Siklus Pasar Saham (Bagian 1 dari 3 Artikel)

Ekonomi bergerak dalam siklus, ada saatnya melemah dan adanya saatnya menguat, hal yang normal dalam mekanisme ekonomi. Siklus ekonomi juga akan berdampak pada kinerja aset-aset investasi, seperti saham, obligasi, emas, property dan sebagainya.

Kinerja aset investasi juga akan bergerak dalam sebuah siklus ada saatnya melemah dan ada saatnya menguat, yang juga merupakan hal normal dalam dunia investasi.

Yang harus menjadi perhatian investor adalah tidak ada aset yang naik terus dan tidak ada aset yang turun terus semua bergerak dalam siklus. Kecuali ketika aset mengalami penurunan secara terus menerus Hal ini di sebabkan oleh alasan Fudamental,(mikro perusahaan) seperti;

  • kinerja keuangan perusahaan yang memburuk, 
  • perusahaan terkena kasus hukum, 
  • mengalami pailit
Biasanya pada siklus ekonomi (makro ekonomi) respon dari setiap aset akan berbeda, Misalnya ketika ekonomi dalam siklus pelemahan ada aset yang mengalami pelemahan misalnya saham, reksadana dan ada aset yang mengalami peningkatan seperti emas dan obligasi.

Prinsip berinvestasi saham adalah beli pada saat harga rendah yaitu berada difase bottoming atau recovery dan jual harga tinggi  pada fase  saat bubble atau saturated, ketika beli disaat harga dibawah kita bisa pegang saham dalam jangka waktu yang lama.




Dalam artikel ini dibagi menjadi tiga bagian tulisan pertama membahas siklus pasar saham dari elemen harga, lalu kedua  indikator-indikator ekonomi yang menjadi dasar rujukan melihat emiten saham masuk fase di siklus mana sebab harga pasar saham akan mencerminkan kondisi fundamental dan kondisi makro perekonomian dan ketiga Strategi Investasi melihat dari siklus kondisi ekonom.

I. Siklus Pasar Saham

Dalam siklus pasar saham ada enam fase menurut Raymont Budiman. CFA yaitu:
  • Bullish, kondisi dimana harga saham cenderung bergerak positif (naik) dalam waktu ke waktu.
  • Bubble, kenaikan harga saham yang jenuh dan berlebihan
  • Saturated (Jenuh), kenaikan harga akan jenuh (tidak naik-naik) dimana harga tidak didukung data fudamental perusahaan.
  • Crash, harga jatuh dan turun terus menerus karena data fudamental menunjukan pelemahan 
  • Bottoming, penururnan harga mulai melandai dan tertekan sangat dalam secara tidak wajar.
  • Recovery, ketika harga sudah dibawah dan tidak wajar para investor mulai melihat kesempatan untuk membeli sehingga membuat harga pulih dan cenderung naik.

1. Bullish

Ciri-ciri fase bulish adalah:
  • Harapan positip terhadap perekonomian, jika pasar melihat kondisi ekonomi membaik (suku bunga turun, nilai tukar stabil, inflasi stabil, PDB meningkat, cadangan devisa meningkat, tingkat penggangguran menurun, pertumbuhan kredit bank meningkat).
  • Kenaikan pasar saham didukung dengan perkembangan data fudamental positif, (pertumbuhan, profitabilitas, harga saham meningkat, dan hutang perusahan terkontrol)
  • Semua berita dan abnalisis yang positif
  • Terjadi aliran dana masuk yang signifikan (capital inflow)
2. Bubble

Ciri-ciri kondisi bubble sebagai berikut;

  • Overexpectation, overoptmictic, overconfidence
  • Data fudamental sudah sangat baik, tetapi sulit mencapai angka yang lebih baik lagi.
  • Tersebar berita positif, analis memberi target IHSG terlalu tinggi.
  • Valuasi yang terlalu mahal atau overvalued (PBV diatas 1,5 PER diatas 15)
  • Banyak investor baru masuk ke pasar saham
  • Banyak yang mengambil fasilitas utang untuk melakukan investasi saham

3. Saturated (Jenuh)

Ciri kondisi fase saturated sebagai berikut:
  • Volitalitas saham tinggi dan mengalami konsolidasi
  • Opini pasar terpecah antara positif dan negatif
  • Perkembangan data mengalami stagnasidan beberapa data mulai menunjukan penurunan, meski ada data yang menunjukan angka baik
  • Banyak investor yang mulai rugi, tetapi masih berharap harga kembali naik
  • Belum terjadi cut loss secara besar-besaran.

4. Crash

Ciri kondisi fase crash sebagai berikut:
  • Terjadi kepanikan pasar yang memicu aksi jual besar-besaran atau panic selling
  • Tersebarnya berita dan analiss negatif
  • Terjadinga  jual paksa atau forced selling yang semakin menekan harga saham
  • Penurunan yang dikonfirmasi data fundamental yang menunjukan pemburukan
Running Trade Saham Aces

Kita melihat investor yang akan menjual saham ACES adalah 96 ribu sedangkan yang ingin membeli hanya 44 ribu hampir setengahnya jika ini berlanjut dimana investor yang ingin menjual saham ACES banyak maka fase siklus saham ACES masuk fase Crash.

5. Bottoming (Penurunan titik terendah)

Ciri kondisi fase bottoming sebagai berikut:
  • Semua orang sudah membicarakan hal yang sama mengenai kondisi yang buruk
  • Berita negatif dan analisis negatif masih tersebar luas
  • banyak orang trauma berinvestasi saham dan meninggalkan pasar saham
  • Aksi jual sudah semakin kecil
  • Valuasi menunjukan kondisi yang undervalue (PBV dibawah 1, PER dibawah 2)

6. Recovery

Ciri kondisi fase  recovery sebagai berikut:
  • Akumulasi beli mulai lebih besar dibandingkan aksi jual
  • Opini pasar masih terpecah, ada yang masih tahut dan ada yang melihatnya sebagai kesempatan karena harga yang sangat murah.
  • Harapan positif, walaupun data aktual belum ada yang menunjukan data positif
  • Volatilitas pasar masih akan tinggi
Running Trade Saham HEXA

Terlihat jumlah investor yang ingin membeli lebih besar dibandingkan jumlah investor yang akan menjual saham HEXA, ini adalah indikator recovery dari sahan HEXA

2. Indikator Ekonomi

Untuk mengetahui siklus pasar saham harus mengetahui indikator ekonomi. Biasanya pasar saham akan bergerak berdasarkan expektasi terhadap perkembangan ekonomi kedepan.

Jika pasar memperkirakan ekonomi akan memburuk, secara umum harga saham akan bergerak turun terlebih dahulu begitu juga sebaliknya.

Inilah mengapa pasar saham sering disebut Leading Indikator atau inkasi yang bergerak lebih dahulu dibanding kondisi sesungguhnya.

Memahami indikator ekonomi juga dapat membantu investor untuk memperkirakan arah kebijakan pemerintah baik secara moneter maupun fiskal.

Indikator ekonomi sangat banyak disini akan dibahas indikator-indikator ekonomi yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja pasar. juga selain indikator ekonomi investor juga harus memahami kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi ekonomi yang ujungnya akan mempengaruhi kinerja pasar saham.

Ada dua kebijakan yang dilakukan pemerintah yang mempengaruhi ekonomi yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dimana kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia yaitu;
  • kebijakan suku bunga
  • operasi pasar terbuka (open market operation)
  • jumlah uang beredar
sedangkan kebijakan fiskal berhubungan dengan pengeluaran pemerintah, pajak, subsidi yang dirumuskan dalam APBN.




Pertumbuhan Vs Stabilitas

Dalam mengendalikan ekonomi, ada kalanya kebijakan moneter dan fiskal pada pertumbuhan ekonomi ketika ekonomi sedang melemah. dan akan ada waktunya kebijakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi bila terjadi bubble, inflasi tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Apa Saja Kebijakan yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi (Kebijakan Ekspansif)

Ketika kondisi perekonomian sebuah negara sedang lemah, pemerintah akan membuat kebijakan-kebijakan yang berfokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik melalui kebijakan fiskam maupun moneter.

langkah-langkah kebijakan moneter yang biasa dilakukan oleh Bank Central yang mendorong pertumbuhan ekonomi diantarnya sebagi berikut:
  • Menurunkan suku bunga acuan
  • Menambah jumlah uang beredar (Quantitativ Easing)
  • Membeli surat berharga melalui operasi pasar terbuka (open market operation)
  • Melonggarkan kebijakan kredit perbangkan
  • Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbangkan
langkah-langkah kebijakan fiskal yang biasa dilakukan oleh pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi diantarnya sebagi berikut:
  • Meningkatkan perpajakan
  • Meningkatkan subsidi bagi masyarakat 
  • Meningkatkan anggaran pemerintah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

Apa Saja Kebijakan yang Fokus Menjaga Stabilitas Ekonomi (Kebijakan Kontradiktif)

Ketika ekonomi sedang mengalami pertumbuhan, adakalanya perputaran ekonomi menjadi berlebihan sehingga berpotensi menciptakan bubble dan inflasi tinggi, kebijakan stabilisasi ekonomi juga disebabkan capital outflow (modal keluar) yang akan menyebabkan nilai tukar rupiah menjadi melemah secara tidak wajar.

Sebagian penyebabcapital outflow dapat terjadi karena gejolak dalam negeri seperti gejolak politik, perang dan kondisi lain yang membuat capital outflow dari suatu negara.

langkah-langkah kebijakan moneter yang biasa dilakukan oleh Bank Central yang menjaga stabilitas ekonomi diantarnya sebagi berikut:

  • Menaikan suku bunga acuan
  • Pengetatan jumlah uang beredar
  • Menjual surat berharga melalui oparsi pasar terbuka (open market operation)
  • Pengetatan kredit perbangkan
  • Menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbangkan
langkah-langkah kebijakan fiskal yang biasa dilakukan oleh pemerintah yang stabilisasi ekonomi diantarnya sebagi berikut:
  • Pengetatan di sisi perpajakan
  • peningkatan di sisi anggaran pemerintah 

Indikator Ekonomi

Seperti Speedometer mobil yang menjadi petunjuk perfomance mobil dalam hal kecepatan, temperatur mesin dan level bensin, di ekonomi mengunakan indikator ekonomi sebagai cara mengetahui performance keadaan ekonomi sebuah negara. 

Indikator ekonomi yang biasa digunakan untuk mengukur adalah sebagi berikut:
  • Suku bunga acuan Bank Indonesia 7-day (Reverse) repo Rate (B17DRR)
  • Nilai tukar rupiah (USD- IDR)
  • Inflasi
  • Pertumbuhan PDB
  • Cadangan Devisa (Foreign Exchange Reserve)
  • Neraca Perdagangan
  • Debt to GDB radio
  • Tingkat Pengangguran
  • Pertumbuhan Kredit
  • Rasio Kredit Macet Non Performing Loan (NPL)
Data indikator ekonomi dapat di lihat di Trading Economics
Trading Economics

 juga sumber lain dari Bank Indonesia dan 

Bank Indonesia



Untuk pembahasan indikator ekonomi berkaitan dengan invetasi saham dan bagaimana strategi invetasi melihat indikator ekonomi dan siklus pasar saham akan dibahas di artikel ke 2.

Anda Juga bisa mengunjungi Website dan Channel Youtube saya :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Saja Yang Merupakan Analisis Fudamental Dalam Investasi Saham? 1. Faktor Kuantitatif (Bagian Pertama dari 2 artikel)

Ada dua pendekatan analisis dalam dunia investasi saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental akan membantu untuk menentukan saham APA yang akan di beli. sedangkan analisis teknikal membantu menentukan KAPAN waktu yang tepat untuk membeli atau menjual saham tersebut Kedua pendekatan ini saling melengkapi satu sama lainnya dimana analisis teknikal disebut juga analisis grafik harga saham dengan cara melihat pergerakan harga saham historis untuk meramal pergerakan harga yang akan datang, sementara analisis fundamental merupakan teknik analisis saham didasarkan pada kinerja dan prospek bisnis dari sebuah perusahaan. Pada analisis fundamental dibagi jadi dua bagian besar yaitu analisis laporan keuangan (kuantitatif) yang merupakan dokumen yang berisi performance perusahaan dan analisis kualitas perusahaan  (kualitatif) yang berisi beberapa faktor yang tidak bisa dihitung dengan angka, tapi sangat berpengaruh untuk pertimbangan saham seperti; integrita...

Pemahaman Value Investing Untuk Jenjang Pemahaman Investor

Bila uang di investasikan di tabungan dimana suku bunganya hanya 1,25%, maka tabungan kita akan tergerus oleh biaya administrasi dan inflasi. Bila uang di investasikan ke deposito maka  dengan suku bunga hanya 3% setahun makan uang masih tekor oleh inflasi yang besarnya sekitar 2,5%. Kita butuh Instrumen Investasi yang bisa lebih dari 20% agar kekayaan kita cepat berlipatnya. Tingkat pengembalian yang tinggi diatas 20 % akan memudahkan kita memperbesar uang, dan menpercepat kita pensiun dini. Salah satu instrumen investasi yang bisa memberikan tingkat pengembalian adalah investasi saham, dimana dari deviden ada yang memberikan deviden lebih dari 80% setahun. Kenapa Investasi saham sangat perlu mnegunakan strategi Value Investing ? karena sudah ada bukti investor yang melipatgandakan hasil investasinya 5.000 X lipat yaitu Lo Keng Hong semenjak tahun 1998 sampai dengan 2020. atau nilai returnnya 47% per tahun. Di luar negeri Warren Buffet sudah menerapkan startegi ini selama 6 Dekade...